-Pare, 17 Februari 2012-
Do you miss me?
Udah lama nggak nulis blog.
Because, yeah you know, I write for newspaper. Sampai lupa blog sendiri nggak
diisi, hahaha, oke enough. Lot of story I want to tell ya. Let’s begin with
first month of 2012. I’ll tell you about what I’ve been through di Pare,
Kediri, Jawa Timur setahun yang lalu. Di bagian pertama ini, I’ll tell you more
about “how to live at Pare” and stuff.
Udah pernah denger Kampung Inggris? Yep, kampung yang (katanya) semua penduduknya ngomong bahasa Inggris. This must be sounds really interesting in the beginning, tapi nyatanya? Nggak, tuh. Sebulan tinggal di sana, gue berharap banyak dengan rumor itu. Ya memang sebagian pedagang ngomong bahasa Inggris. Tapi itu sebatas nyebutin harga, atau bilang “You are welcome” setelah kita selesai transaksi. Kalaupun ada proses tawar menawar, kebanyakan pakai bahasa Nasional atau bahasa Daerah.
Sebelum ke Pare, gue cari-cari info dulu di internet. Info yang gue
dapet itu harga kosan, biaya kursus, dan biaya transportasi. Berhubung gue
orangnya nggak mau ribet, jadinya pakai jasa tour khusus ke Kampung Inggris,
Pare. Memang
agak mahal dikit dibanding pergi sendiri, tapi menurut gue worth it kok.
Pertama, akomodasi. Pilih kereta atau bis? Waktu ke Pare, gue pakai bis dari Harapan Jaya. Tapi itu bis pariwisata sih. Pilihan lainnya naik Pahala Kencana. Lama perjalanan 17jam dengan tiga kali istirahat. Cuman kalau bis lintas provinsi, ya gitu. Ngebut banget, kadang ugal-ugalan juga. And you know what? Gue dapet posisi paling depan di bis. Siang-siang sih ngebutnya beradab. Pas malem-malemnya, beuuuuh. Gue nggak tahu deh itu supir bis apa setan! I’d rather sleep till morning.
Kedua, barang yang harus dibawa. I gotta
say, di Pare itu cuacanya panas. Tapi panasnya beda sama Jakarta. Kind of,
panas menyengat yang bikin badan berkeringat dan baju bau asem. That’s why
persiapkan baju yang nyaman dipakai, yang bahannya nggak gerah. Saking cuacanya
panas, gue sampe mandi tiga kali sehari. Dan tidur pun nggak pake selimut,
cukup pakai selendang pantai aja. Jadi saran gue, bawa baju agak banyak, nggak
usah bawa selimut, dan bawa handuk dua.
Ketiga, tempat tinggal. Mau di kosan, apa di Camp? Bedanya, kosan itu lebih bebas dalam berbahasa. Sementara di Camp, mesti disiplin. Jadwalnya di tiap
Camp biasanya sama. Sehabis
shalat subuh, belajar Vocab, Idioms, or something like that-lah. Sehari-hari
selama 24 jam, wajib pakai bahasa Inggris. Kalau ngelanggar, ada sanksi
tertentu. Biasanya berupa teguran, hapalan, atau denda. Tapi kalau tiba-tiba
terima telepon yang mengharuskan kita pakai bahasa Indonesia/daerah, lari aja
ke Indonesian Area. Biasanya di tiap Camp ada, kok. Terus, ada speech di setiap
minggu. Dan itu bergiliran untuk tiap murid. Mau kosan atau Camp, tiap kamar
biasanya diisi tiga sampai lima orang. So be careful with your stuff.
Keempat, kendaraan selama di Pare. Di
sana itu masyarakat pakai sepeda, sepeda motor, mobil, atau becak untuk
mencapai suatu tempat. Angkot ada sih, tapi lewatnya bisa setahun sekali, hahaha.
Jadi ada baiknya sewa sepeda aja. Range harganya mulai Rp45 ribu – Rp80 ribu
per bulan. Beli juga bisa sih, cuman ribet aja kalau udah selesai di Pare. Lo
mesti cari orang buat beli sepeda yang lo beli. Mau bawa sepeda dari rumah juga
silahkan aja kalau memang punya. Tapi resikonya tinggi juga, kalau hilang di
sana gimana hayo? Jadi saran gue sewa aja.
Kelima, makanan. I swear, you’ll love
the foods there. Must try: iga bakar
Nyaman Café, Nasi goreng jawa timur, soto lamongan, dan nasi rawon.
Harga? Very cheap! Cuman porsinya memang mini-mini gitu deh. But, it worth to
eat. Dalam sehari, gue biasanya habis Rp15 ribu untuk makan. Tapi itu belum
termasuk beli cemilan, lho. Trust me, you gonna feel hungry faster than usual.
And don’t forget to drink mineral water. Lo bakalan ngerasa cepet haus karena
cuaca yang panas. Menurut pantauan gue sih, nggak ada Camp atau kosan yang
menyediakan free mineral water. Jadi air minum musti beli sendiri. Harganya
bervariasi, mulai Rp2 ribu – Rp4 ribu.
Keenam, tempat les. Berhubung gue pakai
jasa tour, jadi urusan tempat les udah dipilihin dari sana. Tapi, ada dua
tempat yang terkenal bagus banget. Pertama, ELFAS. Ini tempat les yang unggul
di bidang grammar dan literature. Disiplin
tinggi, pengajar kompeten, dengan murid yang terbatas. Semua tempat les bahasa Inggris di Pare harus melewati tahap seleksi dan
tes di awal, termasuk di ELFAS. Ini akan
menentukan nantinya lo akan disimpen di kelas tingkat ke berapa. Kedua,
DAFFODILS. Kalau mau lancar speaking was wes wos, langsung aja ke sana. Tapi, dua
tempat les itu punya waiting list. Saran gue, lo telepon dulu sebelum melipir
ke sana. Kelas di sana bisa aja udah penuh, atau bentrok sama jadwal lo yang
udah ada. In
case they are not available, you can try Global English for speaking class,
Eminence for pronunciation class, and Logico for grammar class.
Ketujuh, money money moneeeey. Selama sebulan di sana, gue habis duit sekitar satu
juta. Itu udah sama oleh-oleh beli di Jogja, Bromo, Candi Prambanan, Candi Borobudur, dan Malang. That was part of
the trip. Tapi belum termasuk biaya les, akomodasi, sama Camps. Waktu itu gue pake jasa tour ditariknya Rp1,4juta aja. Untuk di Pare, I suggest you to
have a lot of cash. Karena untuk menemukan ATM, lo mesti genjot sepeda cukup jauh. So
yeah, you choose.
What next? I guess, that’s all. Oya,
untuk urusan gadget, biasanya tiap Camp atau kosan kasih charge lebih kalau
kita bawa “lain-lain”. Such as laptop, hairdryer, water heater. Here some tips:
bring your electrical plugs! You’re
gonna need it! And one more thing, bring your slippers, sneaker, and one common
shoes. Buat cewek bisa bawa satu sepatu flat, sendal, dan sneakers. Don’t think to use your wedges, or
heels, or stiletto, it’s useless there. Kita di sana
kan mau belajar.. Bener?
PS: Foto menyusul.
**To be continued..
Yay, aku emang penasaran sih sama Pare. Dan sepertinya menarik buat spend a month there, to improve my English skill. Overall gimana kak di sana?
ReplyDelete