Gue mau lanjutin cerita-cerita di Kampung
Inggris, Pare. This is part two, will be full about friendship, love,
madness—everything emotionally.
You know, I was all alone. I
mean, gue ke Pare sendirian, nggak bareng temen atau saudara. Intinya, nggak
ada yang gue kenal. When I stepped my foot at departure spot, I feel like, Ok
this is it. I’m gonna meet new people, and live with them for a month. Gue
berkorban banyak untuk pergi ke Pare. I leave my comfort zone. Also my job.
Keputusan yang sulit karena gue harus resign dari kerjaan tetap yang sangat
bikin gue betah, tanpa tahu nanti dapet kerjaan lagi atau enggak.
Di bis, gue dapet tempat duduk
paling depan, bangku kedua. Berpasangan sama yang namanya mirip gue. Awalnya
gue kira urutan tempat duduk ditentukan berdasarkan inisial nama. Gue sempet bingung karena inisial
nama gue dari huruf S, harusnya dapet kursi tengah. Tapi ternyata, urutan duduk
ditentukan berdasarkan urutan yang bayar duluan! And I was the second.
Karena memang gue udah booking tempat dari jauh-jauuuuuh hari.
It was kinda awkward.
Masing-masing belum kenal sama semua penduduk bis, jadi kita sibuk sendiri. Denger
musik sendiri, main hape, baca buku. Ngobrolnya paling cuma sama guide, atau
temen duduk samping-depan-belakang. I was sooo excited ketika melewati daerah
perbatasan. It’s like, I wanna scream, HELL YEAH! I’M LEAVING TOWN! KELILING
PULAU JAWA, MEN! Lebay banget, sampe tiap ada tulisan Jawa Tengah atau Jawa
Timur di pinggir jalan aja gue foto. Dengan hasil yang blur, tentunya, yang
akhirnya gue delete. Hahaha.
Tiba di Pare, langsung pembagian
kamar. Satu kamar, lima orang, beda daerah asal, beda suku. Setelah pembagian
kamar, kita langsung capcus makan di warteg. You know what? Di warteg, gue
ketemu anak sekampus, yang bisa bahasa Sunda! Whoaaa seneng banget rasanya
ketemu orang se-almamater di daerah orang lain! Padahal rombongan gue juga ada
yang bisa bahasa Sunda dan sekampus, tapi nggak sekamar.
Gue tinggal di Camp, which is
24jam wajib pakai English. Peraturan cukup ketat. Abis bangun subuh, langsung
belajar vocab, idiom, presentasi, dan semacamnya sampai jam enam pagi. Jam 10
lanjut belajar speaking/grammar di tempat les. Lanjut lagi nanti jam 2 siang. Abis maghrib belajar presentasi /
diskusi di Camp. Ada juga yang ambil les tambahan di tempat lain. Gitu terus
tiap hari, five days a week. Dan di tiap jeda waktu menuju les berikutnya, gue
selalu makan! Gila, laparnya kayak apaan di sana. Untung makanan sana
murah-murah. Kalau gak makan, ya tidur. Because, apa yah, di sana tuh
capek. Kita bener-bener sibuk belajar.
That’s why ngobrol dan sharing
sama temen sekamar bisa jadi hiburan banget. Beruntung gue punya temen sekamar yang kocak dan baik-baik banget. Ada
orang Padang, Jawa, Minang, and they just soooo sweet, nice, and kind. I really
miss them, a lot. Temen sekelas gue juga macem-macem. And we are close with
each other karena murid Speaking 3 (kelas gue) cuma belasan orang. Dan kadang
yang attending class cuma sepuluh orang, bahkan kurang. Kalau kelas lain sampe
20-an, bahkan 30 orang sekelas.
Beberapa temen ada yang langsung tumbang dalam
seminggu. Because—again—kita kecapean. Rata-rata setiap orang musti hadir di
tiga sesi pertemuan setiap hari-nya, belum sesi yang di Camp, dan di tempat les
lain [kalau nambah], dengan lama dua jam tiap sesi. Ada juga beberapa temen
yang sakit karena homesick, but I’m not. Gue sempet tumbang dua hari, karena
demam, karena murni kecapean. Di situ kehadiran temen sekamar berasa banget.
Mereka ngerawat, ngejagain, beliin makanan, bagiin air minum [sumpah, air minum
itu harta yang sangat berharga di sana], kasih obat, bahkan gue dipijitin tiap
kali kena migrain. I found new family that time.
Study hard, play harder. Ketika
weekend tiba, nggak ada orang yang nggak pengen refreshing. We were seriously
need it, every single week. Minggu pertama, kita pergi keliling Pare dan
Kediri. Dimulai dari Candi Surowono, terus Gua apalah-itu-namanya-lupa, dan
Gumul di Kediri Kota. Gue paling suka di Gumul. Bukan karena di kota yah, tapi
karena bangunannya. Seperti bangunan di Paris! Beautiful!
Minggu kedua, ke Bromo. Again, I
was soooo excited! Bromo, men! Bromoooo! Hehehe. Cerita bromo udah gue posting
ya di link ini -> goo.gl/wdN9k. Lanjut minggu ketiga, I spend my time keliling Pare.
Temen-temen satu Camp pada misah, ada yang ke Pulau Sempu, sama Jatim Park. Temen-temen sekamar gue maen ke desa
sebelah buat berenang. They asked me to join, but I wont. Karena gue
bukan orang yang senang berbondong-bondong, yang kemana-mana harus sama
temennya. Sometimes being alone to some place just feel sooooo good.
Sebelum sampai ke hari terakhir
di Pare, rombongan dari jasa tour inisiatif ngadain Farewell Party. We held it
at Café Bali. Di Pare, tempat ini cukup terkenal karena wifi yang kenceng,
tempat yang oke, dan orderan yang datengnya lama (yes, I just mention it).
Sejam, dua jam, acara berlangsung lancar. Sampai jam sembilan malem, pihak café
dengan sengaja mencabut paksa kabel mikrofon. I repeat, mencabut paksa! Bukan
mencabut layaknya kita nyabut charger handphone, tapi narik kabelnya dari jauh
kayak narik layangan.
Why? Ternyata jam sembilan nggak
boleh ada keributan di daerah sana. Keributan means suara-suara lagu, orang
pidato, yah yang semacam itulah. Padahal di kota gue [Bandung], hal-hal seperti itu bukan keributan. Apalagi
masih jam sembilan malem, kasarnya orang dugem aja belom berangkat. Tapi ya
kita harus menghargai aturan tidak tertulis dari masyarakat sekitar, jadi kami
lanjutkan acara tanpa mikrofon.
Temen-temen mulai bete, dan akhirnya terhibur
dengan nyanyi sama-sama diiringi satu gitar. But, again, we were dumped.
Tiba-tiba cafe ditimpukin batu segede-gede jeruk nipis sampe jeruk bali. Oh my
God, it was such a drama! People there wont let us finish the Farewell Party!
Acara pun langsung di-cut, dan kami pulang ke Camp. Cukup menyebalkan, tapi
kita harus respek, so yeah, we left the place with sullen face.
Minggu terakhir, langsung ke tiga tempat. Jogjakarta, Candi Prambanan, dan
Candi Borobudur. I was like, OH MY GOD, THIS IS A REAL VACATION! Foto-foto,
makan-makan, jalan-jalan, belanja-belanji, all at once! Tapi bagian ini sedih
juga, karena gue akan berpisah sama temen-temen Pare dalam beberapa jam lagi.
Suasana berbeda sangat terasa di
bis saat perjalanan pulang. We were singing together, bus full of love-sign and
laughter! Karena ada beberapa temen yang terlibat “cinta lokasi”, dan masih
berlanjut sampai sekarang. Beda
banget sama suasana pas berangkat yang sepi, canggung, dan malu-malu.
The bus and guide dropped us off at
the point of departure spot. I still clearly remember, bagaimana gue berpisah
sama temen-temen sekamar. Just hug and shakin hand, no tears. Padahal gue
pengen banget nangis, like, really really bad. Tapi temen-temen juga bilang,
“Jangan lama-lama pelukannya, nanti nangis nggak berhenti,” and I obeyed it.
Gue tiba di kosan sekitar jam 9
malem, karena sempet tidur dulu di tempatnya temen sekamar waktu di Pare. Begitu
nyampe Bandung, temen kosan udah pada nunggu aja di depan gerbang, dan menerima
gue dalam keadaan yang udah kucel, bokek, lapar, dan ngantuk. Mereka sampe
tulis “Welcome back, Chilly” di papan pengumuman mainan punya gue. Hahaha,
thanks to them. Such an exhausting day, dan gue tepar sampe jam 10 besoknya.
WHAT A MONTH!
Next few days gue sempet
kelimpungan karena kehabisan duit. But I am not entirely jobless, cause I got
freelance job sometimes. Tapi gue nggak nyesel pergi ke Pare dengan
mengorbankan kerjaan. Because I got the better one right now. Hell yeah, baby!
Saran gue sebelum lo ke Pare,
sediakan tabungan yang cukup untuk hidup setelah pulang dari sana. Tapi itu
kalau lo jobless ya, kalau masih pelajar atau mahasiswa sih mungkin masih bisa
tenang. I gotta say, worth it banget lo belajar bahasa Inggris di Pare. Dengan syarat, minimal tiga bulan, dan
les di tempat yang oke [udah gue jelasin di postingan part satu]. You’re gonna
miss that place, I swear!
Setelah dari Pare, persahabatan masih terus terjalin, walaupun komunikasi cuma lewat dunia maya. Jadi, yang gue dapet sepulang dari Pare bukan cuma ilmu. Tapi teman, sahabat, relasi, memori indah, dan keluarga baru. Oh my God, I really miss every pieces of it..
Sesuai janji gue di Part 1, gue akan posting
sebagian foto-foto waktu di Pare. Baru sebagian, karena sebagian lagi gue lupa nyimpennya di mana. Foto di Borobudur, Prambanan, sama Bromo ada di facebook, jadi nggak gue tampilin di sini. Here we goooo...
Camp tempat gue tinggal. Indonesia Area ada di pojokan, lantai 2. |
Itu yang berkerumun lagi beli sarapan. Nasi kuning cuma dua ribu! |
Parkiran sepeda depan Camp. All belong to girls. |
Sepeda gue selama di Pare. Dua kali kempes, satu kali rantai lepas. Hahaha. |
Jajanan favorit di Pare. Kalo di Bandung namanya Cilok. |
Pelataran Gumul Kediri, sore hari. |
Gumul Kediri dari kejauhan. |
My roommates. Kiri ke kanan: Nita, Sisil, Dewe, Gue, Ai. |
Candi Surowono. Yeah, I know. Memang cuma segitu doang. |
Odong-odong Bajuri :D |
ODONG-ODONG! |
Gua entah-apa-namanya-gue-lupa di Pare. Gue nggak masuk, karena nggak bawa baju ganti. |
My Speaking Class. |
that's good information that we don't know much about pare. great
ReplyDeleteeureka kampung inggris apa cuma buat mahasiswa n pelajar aja...??
ReplyDeleteklo buat umum bisa..?? trus cari info buat di bandung dimana...??
makasih sebelumnya..
Buat non-pelajar/mahasiswa juga bisa. Tapi karena waktu di sana cukup lama, sekitar sebulan sampe 3 bulan, kebanyakan mahasiswa yang ke sana. Pas liburan kuliah gitu. Atau yang baru lulus dan belum dapet kerja.
DeleteThanks, dear ! I am so interested reading your aeticles, becouse I have some memories like yours. I was one of exstudents BEC in TC 34.
ReplyDeleteWow, BEC is a pioneer. You must be an expert.
Deletethanks for your story :D
ReplyDeleteGua Surowono
ReplyDeletesoddapp
ReplyDeletekeren kaa,
bahasa inggrisnye makin tokcer aje nih
hahahha
minimal kursus disana berapa lama ka??
Baca tulisan asyik banged...
ReplyDeletemakasih lho :)
DeleteWelcome to pare !
ReplyDeleteMemang klo di pare gk boleh ada suara2 lebih dari jam 9.
Klo masih rame ya bakalan di usir warga sekitar :D
haha....hampir sama pengalamannya..gw jg sempet ngorbanin kerjaan waktu bela-belain ke pare...but, gw ga pernah nyesel...bedanya gw kesana ga pake agent tour...nekat aja langsung kesana...
ReplyDelete"pare jg tempat pelarian cerdas buat yg lagi galau lho,
beruntunglah orang2 galau yg kesana..."
cobalah...
Mantap...
ReplyDeletewah.. keren !!
ReplyDeletesemangat yah.. :D
aku dulu juga alumni pare loh, jadi pengen segera share cerita ketika di pare. hehe :D
tehhhh untuk bisa jalan jalan gitu kemana mana kyk di cerita ini, perlu budget berapa kira-kira yaa? di luar pendaftaran ke eureka tour sendiri yaaaaa. please banget di jawab.
ReplyDeleteaku juga da orang sunda bogor tapi mama asal bandung (gapenting sih, tp biar makin akrab hehe)
Kamu bisa baca bagian satunya di postingan sebelum ini. Kalau pergi sendiri sih, menurut temen2 aku ya, biasanya lebih murah.
Deleteass ... mbak,
ReplyDeletesetelah saya baca tulisannya, seprtinya saya mulai trtarik untuk kesana,, boleh tahu ngak berapa mbak menghabiskan biaya kursus, biaya makan dll selama disana .....
Ada di postingan sebelum ini. Tapi waktu itu saya cuma abis duit Rp 2 jutaan.
DeleteProgress nya dari sebelum ikut ke Kampung Inggris dan setelah ikut bagaimana? Apakah ada perubahan signifikan dari skill B. Ing kita terutama speaking?
ReplyDeleteHasilnya kerasa kok. Aku karena cuma ikut kelas Speaking, ya jadi lebih berani ngomong.
Deletenicely written, Kak. Jadi pengin ke sana beneran deh.
ReplyDeleteMakasiiiih lhooo. Kamu juga salah satu blogger favorit aku btw. Hihihi.
Deletemenarik banget ceritanya.. pengen kesana
ReplyDelete