Pages

Thursday 16 October 2014

Dilan Tuh Siapa Sih?

Few days ago, I had a three hours chat with Pidi Baiq, penulis buku Dilan. Honestly, I can’t stop laughing. He was just so hilarious and nice. My cheek felt numb karena terus menerus ketawa. Ini hasil ngobrol yang terbit di koran tempat gue kerja. Tapi aslinya sih banyak yang diomongin. Malah nyambungnya ke mana-mana; monyet, bangau, belut, geng motor, dan lain-lain. Hahaha. Dan gue juga penasaran, siapa sih Dilan itu? Dari obrolan ini dan buku-buku dia sebelumnya, gue udah tau jawabannya. Well.. :)

Suatu sore bersama Pidi Baiq.





Sempat Kesulitan Kumpulkan Data

Sejak buku Dilan muncul, kaum Adam mendadak jadi ke-Dilan-Dilan-an. Tak heran, karena sosok Dilan diceritakan sangat menghargai perempuan dan jenaka. Lalu kapan kisah Dilan berlanjut?

___________

’’DESEMBER tanggal 22,’’ ucap Pidi Baiq, sang penulis buku. Dia menerangkan, buku Dilan ditulis berdasarkan fakta. Mulai dari, tokoh-tokohnya, tempat, akurasi kalimat, kejadian, dan properti yang disebutkan di dalam buku. ’’Jadi, tidak ada konflik seperti layaknya novel-novel fiksi. Karena kadang novel fiksi mah lebay,’’ jelas bapak dari Timur dan Bebe ini.

Namun, dia tidak mempermasalahkan hal itu. Sebab, ketika menggarap buku Dilan, dia merasa sedang menulis sejarah. Datar, sesuai dengan keseharian tokoh Dilan pada zamannya. Yakni tahun 1990-1991. Tapi, Pidi mengaku, sempat kesulitan mengumpulkan data. Misalnya, nama pemilik motor yang tergabung dalam geng. Kemudian, saat ayah Dilan ada kasus di Timor Timur (sekarang Timor Leste) yang berpengaruh pada psikologis Dilan saat itu.

Tetapi, kata Pidi, banyak yang bertanya bagaimana cara menghadirkan konflik di buku Dilan. Padahal, menurut dia tidak ada konflilk dalam buku itu. ’’Dilan itu jujur. Apa adanya. Saya menulis Dilan mengalir aja. Tidak berhenti,’’ ucap Imam Besar The Panas Dalam ini.

Isi buku Dilan pun dekat dengan keseharian remaja tahun 90 an. Seperti, menggunakan telepon rumah untuk menghubungi pacar, nongkrong di warung, dan saling berkirim surat. Menurut Pidi, semua hal tersebut unik karena teknologi tidak memfasilitasi percintaan remaja saat itu. Sehingga, hal ini menjadi twist tersendiri buku Dilan.

Meski semua berdasarkan fakta, Pidi sengaja tidak menyebutkan nama SMA tempat Dilan dan Milea bersekolah secara spesifik. Ini demi membuat ruang khayalan bagi pembaca. Sebab, jika nama SMA disebutkan, akan ada pengerucutan imajinasi.

Mengenai sosok Milea, memang banyak pembaca yang penasaran. Hal ini terlihat dari mention yang dilayangkan followers Twitter Pidi di @pidibaiq. Tak lama setelah buku Dilan beredar di pasaran, netizen heboh dengan kehadiran akun @mileasilia di Twitter. Ditanya soal pemilik akun itu, Pidi sempat mengernyitkan dahi. Diapun menjawab seadanya seraya tersenyum. ’’Tanya aja sama akunnya,’’ ucap dia.

Namun, tokoh Milea memang nyata. Pidi mengatakan, sudah mengajak Milea ikut launching buku Dilan yang pertama di Jakarta. ’’Tapi nggak jadi ikut,’’ ucap warga Ciwastra ini. Milea, kata Pidi, saat ini tinggal bersama suaminya di Matraman, Jakarta. Berprofesi sebagai business woman. ’’Kalau Dilan mah di Bandung,’’ timpal dia. (tam)

No comments:

Post a Comment