Pages

Thursday 22 October 2015

Apa Salahnya dengan Perempuan Bercadar?




PEPATAHDon’t judge a book by it’s cover” kayaknya agak sulit diterapkan di negara ini. Bukan rahasia lagi bahwa mayoritas masyarakat Indonesia, belum bisa sepenuhnya menerima keberadaan perempuan bercadar di sekitarnya. Entah itu takut atau apa, saya juga kurang ngerti.

Mungkin karena kasus-kasus terorisme banyak melibatkan perempuan bercadar. Atau mereka menganggap perempuan bercadar cuma ikut-ikut budaya Arab? Atau mungkin mereka takut di balik kain yang membungkus perempuan bercadar, ternyata bukan perempuan?
 
Ya nggak tahulah. Alasan orang beda-beda. Tapi sebelum menilai orang, ada baiknya cari tahu dulu apa alasan mereka pakai cadar. Sebelumnya, saya nggak akan keluarkan dalil-dalil atau ayat Alquran di sini. Tapi saya melihat ini dari kacamata seorang anak yang ibunya bercadar. 



Ibu saya pakai cadar. Dia mulai sekitar tahun 2012. Awalnya saya kurang welcome, tapi tentu saja tidak saya ungkapkan langsung ke ibu dengan terang-terangan menolak. Lagipula, saya hanya berhak memberi pendapat, bukan mengatur-ngatur ibu sendiri. Karena sejak ibu pakai cadar, saat itu saya merasa, ada jarak yang jauh antara saya dengan ibu. Bukan soal beda paham atau apa, tapi anehnya sesaat saya merasa perempuan yang ada di depan mata saya, seperti orang asing bagi saya.


Belum lagi tatapan orang-orang di sekitar saya kalau lagi jalan sama ibu. Reaksinya macam-macam. Ada yang sinis, langsung memalingkan muka, menjauhkan posisi badan, atau memelototi ibu dari atas sampai bawah. Jujur, saya nggak nyaman dengan itu semua. Melihat ibu saya dilihatin seperti itu, rasanya ingin saya tampar aja muka orang itu. Bener. Entah bagaimana dengan ibu. Saya sendiri tidak menanyakan kepada beliau, gimana sih rasanya pakai cadar.


Tapi coba kita telaah lagi. 



Apa salahnya sih mendukung orang yang ingin taat terhadap agama? Dalam Islam, menggunakan cadar itu hukumnya sunnah. Malah beberapa Imam bilang pakai cadar itu dianjurkan. Sama seperti salat sunnah. Kalau tidak dikerjakan tidak apa-apa, tapi kalau dikerjakan dapat pahala. Pahalanya buat siapa, ya buat yang melakukannya. Lalu, apa kita mencibir atau memandang sinis orang yang salat sunnah? Atau ngeliatin dari atas sampai bawah kepada orang yang sedang salat sunnah? Kan enggak.

Lalu saya mikir, kenapa mesti melarang atau memandang sinis kepada perempuan bercadar? Kan mereka sedang beribadah. Kalau bersikap buruk terhadap orang yang sedang beribadah, bukannya malah kita yang jadi dosa?


Kemudian soal budaya Arab. Setahu saya, cadar, sorban, dan baju jubah laki-laki bukan sekedar budaya Arab. Jadi gini, iklim di sana itu kan panas. Baju jubah membantu melancarkan sirkulasi udara pemakainya. Ya biar keringat nggak numpuk. Lalu sorban membantu menahan panas matahari yang tersorot ke kepala si pemakainya. Sama kayak kalau kamu pakai topi saat cuaca panas. Sedangkan cadar, selain untuk menghindari fitnah, juga membantu perempuan menghindari debu pasir atau angin. Sama kayak kamu pakai masker kalau naik motor.


Kenapa cadar bisa menghindari fitnah? Soalnya perempuan Arab itu kan cantik-cantik. Apa reaksi orang kalau lihat yang cantik? Melototin. Nggak cowok nggak cewek. Jadi ini bukan sekedar ikut-ikutan budaya Arab. Apalagi, kalau umat Islam yang ikuti, jadinya dapet pahala. Beda sama kalau kamu ikut-ikutan pakai baju ala Harajuku, nggak ada pahalanya :D 


Terus soal Sunnah. Saya sudah tulis di atas tidak akan mencantumkan dalil atau istilah-istilah agama yang belum dimengerti oleh orang awam, termasuk oleh saya. Tapi saya akan coba jelaskan. Kalau saya salah, tolong dikoreksi saja ya.

Tingkatan sunnah itu ada tiga. Pertama, sunnah dalam ibadah mahdhah. Yakni, ibadah yang hubungannya langsung sama Tuhan. Contoh: salat sunnah. Salat itu kan ibadah mahdhah. Artinya, ada rukun dan syaratnya. Contoh lain: puasa senin-kamis. Itu sunnah yang masuk kategori pertama.

Kedua, sunnah dalam ibadah ghairu mahdhah. Yaitu, ibadah yang hubungannya dengan sesama manusia. Contoh: berdagang. Rasulullah kan dulu berdagang. Kalau kita mencontohnya, kita dapat pahala.

Ketiga, sunnah dalam kehidupan sehari-hari. Contoh: cara makan, cara tidur, aktivitas sebelum tidur, termasuk gaya berpakaian. Ini sunnah tingkat tiga. Artinya kalau seorang muslim sudah melakukan yang ketiga ini, tingkat pertama dan kedua biasanya sudah dilakukan. Saya pribadi salut sama Ibu saya yang sudah mencapai tingkat ini.
 
Jadi jelas ya kenapa berpakaian jubah, cadar, dan sorban itu termasuk sunnah.

Kira-kira begitu pendapat saya sebagai anak dari ibu yang pakai cadar. Tidak usah takut kepada mereka, toh mereka juga tidak mengganggumu atau mencibirmu. Perempuan bercadar sama kok dengan perempuan lainnya. Kalau ketemu sesama perempuan sama-sama rempong, walaupun ada juga yang pendiam. Hal ini saya ketahui sendiri. Sebab, di kampung halaman saya ada banyak perempuan bercadar. Malah, beberapa di antaranya teman sepermainan saya. Nggak ada yang beda. Hanya sikap dan tutur bahasanya yang lebih dijaga. Dan bukannya itu baik? 


Jadi, saya minta kepada semua yang baca ini, perlakukan perempuan bercadar seperti biasa. Mereka justru berusaha memberi contoh yang baik. Tidak usah takut, tidak usah resah, toh kalau kamu senyum, mereka sudah pasti balas senyuman kamu walaupun tidak terlihat. 

Mungkin di antara kamu yang baca ini juga bertanya-tanya, kok saya yang nulis belum atau tidak bercadar? Saya punya jawaban sendiri. Hidayah itu milik Allah SWT. Hidayah itu seperti Nur atau cahaya. Ibarat orang dikasih lampu, kalau lampunya menyorot langsung dan sangat terang, pasti akan silau dan tangan kamu menghalangi mata untuk menolak cahaya itu. Tapi kalau lampunya terang secara perlahan, redup dulu, kemudian remang, terang dan seterusnya, pasti kita pun yang menerima cahaya itu akan menyesuaikan dan akhirnya terbiasa dengan cahaya terang.

Segitu aja soal tulisan cadar ini. Mohon maaf jika ada yang salah. Mudah-mudahan bisa jadi pencerahan. Terutama buat kamu yang masih memandang aneh perempuan bercadar. Hihihi. (tam)

No comments:

Post a Comment