Cerita
dari Saonek (bagian 2)
SUARA genset menderu dari kejauhan. Lampu-lampu kemudian menyala. Setiap anggota tim Menyapa
Negeriku langsung memburu stop kontak yang kosong untuk mengisi daya ponsel
atau laptop. Seketika semua colokan
penuh.
Sumber listrik diburu, karena tidak menyala
setiap waktu. Genset juga hanya digunakan dalam kurun waktu tertentu—jam 18.00
sampai jam 24.00 saja. Selebihnya, ya tanpa listrik.
Seorang anak mengendara sepeda menuju sekolahnya. Di Saonek, transportasi utama hanya sepeda dan motor. Tapi rata-rata warga setempat lebih suka jalan kaki. |
Begitu mengetahui keterbatasan ini, saya sama sekali tidak merasa keberatan. Padahal jujur saja, saya sendiri mengira tidak akan dapat listrik sama sekali. Begini saja rasanya sudah lebih dari cukup. Terlebih, perjalanan kami menuju Pulau Saonek tidak terlalu berat. Saya bersama tim hanya perlu naik pesawat dua kali. Lanjut menggunakan transportasi darat menuju Pelabuhan untuk naik kapal fery. Setelah itu, pakai mobil ke pesisir untuk naik perahu menuju Pulau Saonek.
Di sana, ada tiga jenis perahu. Speed,
Bodi, dan Katingting. Sepit—sebutan warga lokal untuk Speed—bentuknya lebih
besar dan punya ‘atap’. Muat sekitar 20 orang. Menggunakan dua mesin dan
biasanya digunakan untuk wisata. Kemudian Bodi, ukurannya lebih kecil. Tapi
bisa muat 20 orang kalau mau berdesakan. Pakai satu mesin, biasa digunakan
untuk pergi ke Waisai (Kota). Terakhir, Katingting. Sering digunakan warga
setempat ke kota juga. Tapi perahu yang ini lebih seram, karena sering
miring-miring gitu.
Salah satu rombongan wisatawan dari Waisai melewati Pulau Saonek untuk menuju tempat wisata di Raja Ampat, Papua Barat, menggunakan Speed. |
Di tengah segala fakta bahwa Saonek itu
pulau terpencil, saya sangat bersyukur. Sebab, kalau dengar teman-teman yang
ditugaskan di wilayah Papua lain, kayaknya berat banget. Misalnya nih, Teluk
Bintuni. Mereka katanya harus menyebrangi sungai yang banyak buaya dan ularnya.
Harus jalan kaki dua kilometer sambil bawa logistik/ koper/ backpack. Terus harus offroad sekitar satu jam bonus cipratan
lumpur.
Lain lagi dengan tim Anambas. Waktu
nyebrang laut China Selatan, mesin sempat mati tiga jam. Yang tugas di Sorong
juga tantangannya beda. Kalau mandi harus di kali, karena itu satu-satunya
sumber air. Terbuka gitu mandinya.
Kami yang di Raja Ampat mendingan.
Meskipun kamar mandi cuma satu, airnya kenceng. Nggak pernah macet dan bersih.
Walaupun kadang harus gelap-gelapan, karena pas mandi nggak ada listrik.
Sore pertama di Saonek, saya habiskan
dengan berkeliling pantai. Bertemu dengan warga setempat, menyapa, dan sesekali
berhenti untuk memperkenalkan diri. Baru pada malam hari, rombongan Menyapa
Negeriku bertandang ke rumah Kepala Kampung Pulau Saonek, Haji Husein M. Perlu
diketahui, Haji di Papua merupakan salah satu nama marga. Bukan berarti dia
sudah berhaji ke Tanah Suci.
Meski begitu, penduduk Pulau Saonek
mayoritas beragama Islam. Sisanya, nasrani. Mengetahui hal ini saya agak kaget.
Sebab, saya jarang menemui orang Papua yang beragama Islam. Tapi, di pulau ini
juga tidak semua berdarah Papua. Banyak pendatang dari Pulau Jawa, Sumatra, dan
Sulawesi. Tapi toh tidak masalah, karena di Saonek, apapun agama dan sukunya,
setiap warga berdampingan dengan baik.
Tim Menyapa Negeriku Raja Ampat saat bertandang ke rumah Kepala Kampung Saonek, Haji Husen Mameraku. |
Meski begitu, tingkat kesehatan warga
Saonek cukup baik. Saat ini sudah jarang ada warga yang terkena penyakit
malaria. Sayangnya, selama tiga hari kami di sana, Puskesmas selalu tutup.
Bahkan, tidak ada aktivitas sama sekali.
***bersambung
Saonek Trivia:
-
Harga
cemilan dan air kemasan di Saonek masih masuk akal. Ya, dua kali lipat dari
harga di Pulau Jawa lah. Jauh sama yang di daerah Papua lainnya yang bisa
mencapai 15 kali harga Pulau Jawa. Air kemasan gelas aja bisa sampai Rp 15 ribu
satunya. Iya sama, saya juga kaget.
-
Seingat
saya tidak ada mobil di Saonek. Karena memang jalannya kecil. Paling hanya
motor atau sepeda. Tapi kebanyakan jalan kaki. Kalau anak-anak seringnya saya
lihat mereka telanjang kaki ke mana-mana, kecuali ke sekolah.
-
Banyak
pendatang di Saonek. Rata-rata dari Makassar dan Maluku. Dari Pulau Jawa juga
banyak. Tapi warga Saonek asli selalu welcome
sama pendatang.
- Di sana minuman paling terkenal namanya Kesu. Kelapa Susu. Jadi, air kelapa dicampur susu, sirup sama es batu. Kelapanya metik sendiri. Seger banget daaah.
- Di sana minuman paling terkenal namanya Kesu. Kelapa Susu. Jadi, air kelapa dicampur susu, sirup sama es batu. Kelapanya metik sendiri. Seger banget daaah.
No comments:
Post a Comment